Jumat, 10 Agustus 2012

Tasawuf dalam Pandangan Ibnu Taimiyah dan Hasan al-Banna

Telah sering kita mengangkat pembicaraan mengenai tasawuf. Dan telah muncul banyak versi dan persepsi mengenai tema ini. Terhitung sejak kemunculannya yg pertama hingga sekarang ini tak terhitung lagi kelompok/aliran yg mengidentifikasi dirinya sebagai ahli tasawuf. Sehingga makin kaburlah pemahaman dan kebenaran pun semakin sulit dilacak. Sampai akhirnya munculla dua kelompok yg sama-sama ekstrem dalam hal menyikapi tasawuf ini. Satu kelompok adl mereka yg memuji secara berlebih-lebihan kelompok yg lain mencerca dan mencela habis-habisan. Untuk itu mendesak kiranya bagi generasi ini utk menjernihkan duduk perkara dan mengembalikan segala sesuatunya pada tempat semula. Di antara cara yg paling selamat adl dgn cara kita mengambil pendapat dari para ulama yg ahli dalam masalah ini serta mempunyai integritas dan otoritas keilmuan yg sekiranya dapat dipertanggungjawabkan.Berikut akan kita simak pendapat dua imam mengenai masalah ini. Pendapat Ibnu Taimiyah Tasawuf muncul pertama kali di Basrah. Syaikhul Islam pernah berkata “Pertama kali muncul tasawuf itu di Basrah. Sedang orang yg pertama kali membangun tasawuf adl shahabat-shahabat Abdul Wahid bin Zaid. Beliau sendiri adl salah satu dari shahabat Hasan. Ketika itu di Basrah ada fenomena ekstrem dalam hal zuhud ibadah khauf dan sebagainya yg tidak ada bandingannya selama ini.” . Syaikhul Islam telah mengambil pendapat terkuat mengenai penamaan tasawuf yakni berasal dari pakaian yg bernama shuf. Seputar Kerancuan Tasawuf Bermula dari sekelompok orang yg ingin menjalani kehidupan ini dgn sikap zuhud. Mereka begitu berlebihan dalam memahami dan memraktikkan semua ini sehingga melahirkan perilaku yg tidak pernah dikenal pada zaman shahabat generasi pertama Islam tidak juga pada masa tabi’Imam Nasa’i. Memang diantara mereka ada yg tetap istiqamah dan bersikap tawazun namun banyak juga yg berlebihan. Diantara mereka ada yg mukhlish ada juga yg dusta. Ada yg alim dan takwa ada pula yg jahil. Oleh karenanya tumpang tindihlah antara pujian disatu sisi dan celaan di sisi yg lain. Syaikhul Islam berkata “Orang-orang berselisih pendapat mengenai tasawuf. Sebagian mencela tasawuf seraya berkata Mereka adl ahli bid’ah yg telah keluar dari Sunnah. Dari para imam yg mewakili kelompok ini kita dapatkan banyak fatwa yg kemudian banyak diikuti oleh kelompok lain terutama dari kalangan ahli fiqh dan ilmu kalam. Sementara kelompok yg lain memujinya secara berlebihan seraya mengatakan bahwa ahli tasawuf adl makhluk yg paling mulia dan paling sempurna setelah Nabi.” . “Apa yg dikemukakan kedua kelompok di atas sama-sama tercelanya. Yang benar adalah Mereka itu orang-orang yg taat kepada Allah sebagaimana para ahli taat lainnya. Ada sebagian mereka yg ada di depan krn kesungguhan ketaatannya dan ada juga yg cukupan. Selain dari keduanya ada juga orang yg berusaha namun jatuh dalam kekeliruan sehingga banyak berbuat dosa. Sedangkan diantara orang-orang yg menisbatkan diri kepada golongan mereka ada yg menganiaya diri sendiri dan suka berbuat maksiat kepada Rabbnya.” . Tasawuf Hakekatnya Baik Beliau menjelaskan bahwa tasawuf itu asalnya baik. Ia berakar dari sikap zuhud ibadah tazkiyatun nafs shidiq dan ikhlas. Tasawuf bagi mereka memiliki beberapa prinsip yg telah dikenal yg telah jelas batas-batas dan asal-uslnya. Seperti yg mereka katakana bahwa shufi adl orang yg bersih dari kotoran dan sarat dgn muatan piker. Baginya sama saja antara emas dan batu. Tasawuf juga berarti menyembunyikan ma’na dan menghindari pengakuan manusia atau yg semisalnya. Mereka menghendaki dari ma’na tasawuf itu shidiq. . Lambat laun bergeserlah kesucian pemahaman dan konsep dasar ini kepada pemahaman yg juz’iyah dan rancu. Masuklah orang-orang atau kelompok yg menisbatkan sebagai shufi namun menyimpang dari prinsip semula. Mulailah praktek bid’ah dan khurafat masuk di dalamnya. Yang bahkan diingkari sendiri oleh tokoh-tokoh yg lurus di antara mereka sendiri. Beberapa kalangan dari ahli bid’ah dan zindiq telah menisbatkan dirinya pada tasawuf namun dikalangan tokohnya yg lurus mereka tidak dianggapnya. Seperti Al-Hallaj misalnya banyak dari tokoh tasawuf yg mengingkarinya dan mengeluarkannya dari shaf mereka. Juga Junaid bin Sayyidut Thaifah dan lain sebagainya sebagaimana tersebut dalam kitab Thabaqat Shufiyyah oleh Syaikh Abu Abdir Rahman as-Sulami?. Maka secara garis besar tasawuf terbagi dua

    Tasawuf Ahli Ilmu dan Istiqamah Tokoh-tokohnya adalh Fudhail bin Iyadh Ibrahim bin Adham. Abu Sulaiaman ad-Darani Ma’ruf al-Karkhi. Junaid bin Muhammad Sahl bin Abdullah at-Tastari dan lain sebagainya. Semoga Allah memberikan ridha-Nya kepada mereka.
    Tasawuf Filsafat Bid’ah dan Zindiq Tasawuf serupa ini yg memunculkan ajaran-ajaran aneh semisal wihdatul wujud hulul dan ittihad . Do’a al-amwat mendakwakan diri tahu hal ghaib dan sebagainya yg nyata-nyata bertentangan dgn syari’at. Pendapat Imam Syahid Imam Syahid adl mujahid sekaligus mujaddid besar abad ini. Beliau seorang yg tegas dan keras dalam menyikapi penyelewengan dalam masalah din. Namun kelembutan hati dankemuliaan akhlak beliau menjadikan ketegasan itu sesuatu yg bijaksana. Bahkan sangat bijaksana sehingga beliau dicintai sekaligus disegani oleh semua kalangan. Melengkapi itu semua beliau juga seorang yg alim sehingga semua pendapat dan pendiriannya atas dasar ilmu dan hujjah yg jelas sehingga tidak menyeleweng dari syari’at. Beliau mema’nai tasawuf dalam kerangka ma’na yg shahih sesuai Al-Kitab dan Sunnah. Beliau memuji hal-hal yg patut dipuji dan mencela sesuatu yg memang tercela. Bersama jamaah yg dirintisnya beliau menjadikan tasawuf sebagai bagian yg tidak terpisahkan dari bangunan Islam yg syamil. Tercermin dari doktrin yg beliau pancangkan bahwa jamaah ini merupakan
    Da’wah Salafiyyah. Karena dia mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah serta menjadikan salafus shalih sebagai sumber keteladanan.
    Thariqah Sunniyah. Karena dia akan membawa kepada beramal sesuai dgn bimbingan sunnah dalam segala hal khususnya dalam aqidah dan ibadah.
    Hakekat Shufiyyah. Karena mereka mengetahui bahwa asas kebajikan adl kebersihan jiwa kesucian hati kemurnian niat melatih amal cinta kepada Allah dan mengikatkan diri pada kebaikan.
    Hai’ah Siasiyyah.
    Jama’ah riyadhiyah.
    Rabithah Ilmiyah Tsaqafiyah.
    Syirkah Iqtishadiyah dan seterusnya. Tasawuf dan Jihad Tasawuf tidaklah identik dgn ketidakpedulian terhadap dunia luar dan meninggalkan jihad. Bahkan tokoh-tokoh besar dari tasawuf yg lurus sepanjang sejarah banyak terlibat dalam jihad fi sabilillah. Untuk melengkapi pembicaraan ini baiklah saya kemukakan dihadapan anda semua bahwa kaum Muslimin sepanjang masa tidak pernah lepas dari jihad. Baik ulama para shufi dan anggota masyarakat yg lainnya. Sebutlah misalnya Abdullah bin Mubarak. Seorang ulama yg faqih zuhud dan ahli ibadah. Sebagian besar dari umur beliau adl digunakan utk berjihad. Juga tokoh shufi Abdul Wahid bin Zaid seorang shufi besar yg zuhud. Ada lagi Syaqiq al Bakhla Syaikh shufi yg menggerakkan murid-muridnya mengangkat senjata dalam jihad. Ada pula al-Badrl ‘Aini pensyarah Shahih Bukhari yg faqih dan ahli hadits. Dia mengajar setahun berperang setahun dan berhaji setahun?Juga Imam Syafi’i yg masyur itu. Beliau adl ahli melempar. Demikian para salafush shalih pendahulu kita?. Salah seorang pelopor tasawuf adl Imam Hasan al Bashri. Yang menyeru kepada dzikrullah dzikrul maut tazkiyatun nafw. Dan sikap zuhud menuju taat dan takwa kepada Allah. Itulah satu bentuk aliran tasawuf yg beliau menamakan sebagai ilmu tarbiyah was suluk . Tidak disangsikan lagi bahwa ini termasuk bagian inti dari ajaran Islam. Dan harus diakui bahwa tasawuf semacam ini telah berhasil mengobati penyakit kejiwaan sampai batas yg tidak dapat dicapai oleh cara selainnya. Kalaupun kemudian muncul sikap-sikap berlebihan maka dia adl tasawuf yg tersesat. Dan diakui memang hal demikian telah banyak terjadi bahkan tasawuf juga telah tercemar oleh filsafat dan logika yg menyesatkan. Kita prihatin terhadap yg demikian tanpa harus menutup mata dari kebaikan-kebaikan yg ada. Imam Syahid Seorang Sufi Sekiranya kita bersepakat utk memaknai tasawuf dalam ma’nanya yg lurus maka akan kita dapatkan bahwa Imam Shahid adl salah seorang ahlinya. Sebagian umur beiau telah dilewatkan sebagai anggota sebuah aliran sufi yg bernama Thariqah al-Hashifiyah. Untuk itu biarlah beliau sendiri menceritakanihwalnya. “Saya secara rrutin mengamalkan wazhifah ar-Ruzuqiyah . Dan saya juga mendapatkan ayah saya menyusun hal serupa dgn menunjukkan dalil-dalil yg keseluruhannya diambil dari Kitabullah dan Sunnah yg shahih. Tidak ada di sana kalimat yg aneh-aneh ungkapan filsafat atau lainnya yg tidak mengandung do’a.” . selanjutnya beliau juga bercerita tentang Syaikh Hasanain al Hashaf sebagai pendirinya serta bagaimana pola dakwahnya. “Suatu saat Syaikh mengunjungi seorang yg bernama Basya dia seorang Perdana Menteri. Kemudian masuklah seorang ulama memberi salam kemudian membungkuk sampai hampir seperti ruku’. Maka bangkirlah Syaikh dgn marah dan memukul kedua pipi ulama tersebut dgn keras seraya berkata “Hai berdirilah! Sesungguhnya ruku’ itu tidak boleh dilakukan kecuali kepada Allah. Janganlah engkau menghinakan agama dan ilmu supaya engkau tidak dihinakan Allah.” Dan tidak sepatah katapun terucap kala itu baik dari sang alim maupun dari Perdna Menteri. Pada saat yg lain beliau menunjungi masjid Husain dgn sebagian muridnya. Ia berdiri di atas kubur membacakan do’a-do’a ma’tsur. Kemudian salah seorang muridnya berkata “Ya Syaikh mintalah kepada Sayyidina Husain agar dia meridhai saya.” Serta merta dgn marah beliau menjawab “Yang meridhao saya kamu dan dia hanyalah Allah.”Inilah dia thariqah yg lurus jauh dari segala penyimpangan terhadap syara’. Di sini pulalah telah ditanam dan dibesarkan jiwa dan akhlak Imam Syahid. Akhirnya jelaslah bagi kita bahwa kedua Imam lagi-lagi bertemu pemahaman dalam masalah tasawuf ini. Keduanya berpihak kepada pemahaman dan perilaku yg lurus dalam masalah ini. Serta menyeru utk menjauhi segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan dari patokan yg ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Maka marilah kita pun memahami permasalahan sebagaimana pemahaman kedua beliau. Semoga ampunan dan rahmat Allah atas keduanya. Amin. Diadaptasi dari Kitab “Ma’an ‘Ala Thariqid-Da’wah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah wa Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna.” Oleh Muhammad FajriSumber Majalah Almuslimun No. 311 Tahun. XXVI Ramadhan/Syawal 1416 H Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar